Terapan Komp.Perbankan
MULAI hari Senin tanggal 2 Mei 2011, Bank Indonesia mengeluarkan
kebijakan perbankan yang terkait pelayanan nasabah premium. Kepada 23
bank di Tanah Air yang mempunyai jasa perbankan itu, diminta untuk
menghentikan sementara penerimaan nasabah baru.
Kebijakan dimaksud diambil Bank Indonesia untuk melindungi nasabah
sekaligus meningkatkan pelayanan. Dalam kurun waktu yang tidak diketahui
berapa lama tersebut, bank diharapkan segera melakukan pembenahan
konkret. Artinya memperbaiki kebijakan dalam pelayanan, prosedur standar
operasi serta pengawasan internal. Atas kebijakan ini, Bank Indonesia
mengharapkan publik tetap tenang. Ini juga merupakan bagian dari bentuk
pengawasan yang dilakukan Bank Indonesia.
Atas kebijakan tersebut, muncul pendapat dari publik. Diantaranya, langkah ini dinilai positif untuk melindungi nasabah. Namun diutarakan, terkesan kebijakan ini timbul akibat kasus perbankan baru-baru ini, di mana hal itu seharusnya tidak terjadi. Pengawasan dari Bank Indonesia maupun 23 bank lainnya yang melayani publik (nasabah) semestinya telah lebih awal menetapkan langkah-langkah yang melindungi publik. Proteksi yang diberikan kepada nasabah bank, memang sudah ada. Tetapi kejadian baru-baru ini menunjukkan kelemahan dari proteksi dengan tingkat yang tergolong tidak memadai. Tiap kasus perbankan, jelas akan meresahkan publik. Dari sisi lain, dalam prosentase tertentu akan menurunkan tingkat kepercayaan nasabah kepada bank terkait.
Hal terpenting lain, Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan jangan terkesan “pura-pura” tidak tahu jika ada satu-dua bank menyelenggarakan pelayanan dalam aneka bentuk kepada nasabah, ternyata dapat merugikan nasabah. Mestinya, Bank Indonesia segera menghentikan produk yang dinilai memungkinkan berakibat fatal. Bankir Bank Indonesia yang berada dalam bidang pengawasan, haruslah sangat jeli untuk menelaah kemungkinan akibat-akibat yang dapat menjadi negatif. Sebenarnya, kebijakan Bank Indonesia kali ini juga melahirkan keanehan dalam pertanyaan: Mengapa Bank Indonesia meminta 23 bank menghentikan pelayanan itu – Pada 23 bank diminta melakukan perbaikan terkait kebijakan, prosedur standar operasi dan pengawasan. Apakah selama ini Bank Indonesia tak memonitor 3 hal itu – Sekali lagi, jangan muncul kasus, barulah sibuk memonitor pengawasan. Hal lain, kebijakan Bank Indonesia ini merupakan langkah mundur. Tetapi, kalau itu yang dinilai Bank Indonesia sebagai yang terbaik, apa boleh buat.
Kebijakan Bank Indonesia tersebut, yang dinyatakan bersifat “sementara” hendaknya benar-benar sementara. Jangan berlarut hingga waktu lama. Penyebutan “sementara” sangat relatif. Tiga hari atau dua pekan juga sementara. Dalam jangka waktu “sementara” itu, diharapkan Bank Indonesia memonitor 23 bank, sudah melakukan perbaikan yang digariskan Bank Indonesia atau tidak. Bank Indonesia harus mengevaluasi. Bank Indonesia jangan ragu-ragu untuk memperingatkan bank melalui jalur administrasi yang ada. Kalau ditemui ada bank yang tidak peduli atau tidak melakukan perbaikan yang dimintai Bank Indonesia, sepatutnya Bank Indonesia menegur dengan keras. Membiarkan bank-bank yang “bandel” akan berakibat buruk bagi perbankan nasional. Jangan sampai muncul kasus perbankan lain, hanya akibat dari sebuah sikap pembiaran (by ommission). Pengawasan yang terus menerus dan ketat diyakini akan menghindari terjadi kasus perbankan yang merugikan semua pihak.
Atas kebijakan tersebut, muncul pendapat dari publik. Diantaranya, langkah ini dinilai positif untuk melindungi nasabah. Namun diutarakan, terkesan kebijakan ini timbul akibat kasus perbankan baru-baru ini, di mana hal itu seharusnya tidak terjadi. Pengawasan dari Bank Indonesia maupun 23 bank lainnya yang melayani publik (nasabah) semestinya telah lebih awal menetapkan langkah-langkah yang melindungi publik. Proteksi yang diberikan kepada nasabah bank, memang sudah ada. Tetapi kejadian baru-baru ini menunjukkan kelemahan dari proteksi dengan tingkat yang tergolong tidak memadai. Tiap kasus perbankan, jelas akan meresahkan publik. Dari sisi lain, dalam prosentase tertentu akan menurunkan tingkat kepercayaan nasabah kepada bank terkait.
Hal terpenting lain, Bank Indonesia dalam melakukan pengawasan jangan terkesan “pura-pura” tidak tahu jika ada satu-dua bank menyelenggarakan pelayanan dalam aneka bentuk kepada nasabah, ternyata dapat merugikan nasabah. Mestinya, Bank Indonesia segera menghentikan produk yang dinilai memungkinkan berakibat fatal. Bankir Bank Indonesia yang berada dalam bidang pengawasan, haruslah sangat jeli untuk menelaah kemungkinan akibat-akibat yang dapat menjadi negatif. Sebenarnya, kebijakan Bank Indonesia kali ini juga melahirkan keanehan dalam pertanyaan: Mengapa Bank Indonesia meminta 23 bank menghentikan pelayanan itu – Pada 23 bank diminta melakukan perbaikan terkait kebijakan, prosedur standar operasi dan pengawasan. Apakah selama ini Bank Indonesia tak memonitor 3 hal itu – Sekali lagi, jangan muncul kasus, barulah sibuk memonitor pengawasan. Hal lain, kebijakan Bank Indonesia ini merupakan langkah mundur. Tetapi, kalau itu yang dinilai Bank Indonesia sebagai yang terbaik, apa boleh buat.
Kebijakan Bank Indonesia tersebut, yang dinyatakan bersifat “sementara” hendaknya benar-benar sementara. Jangan berlarut hingga waktu lama. Penyebutan “sementara” sangat relatif. Tiga hari atau dua pekan juga sementara. Dalam jangka waktu “sementara” itu, diharapkan Bank Indonesia memonitor 23 bank, sudah melakukan perbaikan yang digariskan Bank Indonesia atau tidak. Bank Indonesia harus mengevaluasi. Bank Indonesia jangan ragu-ragu untuk memperingatkan bank melalui jalur administrasi yang ada. Kalau ditemui ada bank yang tidak peduli atau tidak melakukan perbaikan yang dimintai Bank Indonesia, sepatutnya Bank Indonesia menegur dengan keras. Membiarkan bank-bank yang “bandel” akan berakibat buruk bagi perbankan nasional. Jangan sampai muncul kasus perbankan lain, hanya akibat dari sebuah sikap pembiaran (by ommission). Pengawasan yang terus menerus dan ketat diyakini akan menghindari terjadi kasus perbankan yang merugikan semua pihak.
Pendapat saya, kebijakan yang tepat, sebab pelayanan nasabah lebih
merasa aman dengan kebijakan yang diambil ini. Namun pemerintah tetap
memonitor terhadap bank bank lain dan pemerintah (Bank Indonesia)
haruslah sangat jeli untuk menelaah kemungkinan akibat-akibat yang dapat
menjadi negatif.
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar