SOAL : 1). Analisa pertanyaan Rita terakhir, “kami sesungguhnya tidak berkomunikasi secara baik”. Apa status komunikasi atasan-bawahan dalam peristiwa ini ? Katz dan Khan telah mengidentifikasikan lima tujuan proses komunikasi atasan-bawahan. Sebutkan lima tujuan atau maksud proses tersebut yang diabaikan dalam kasus ini ! 2). Apakah ada implikasi-implikasi dalam peristiwa (kejadian ) ini untuk komunikasi atasan-bawahan dan untuk komunikasi interaktif ? 3). Apa hambatan-hambatan terhadap komunikasi efektif dalam kasus ini ? JAWAB : 1. * Memberikan petunjuk yang spesifik mengenai instruksi pekerjaan dan Memberikan informasi mengenai prosedur dan praktek organisasi : Dalam kasus ini, Ramon (boss) tidak memberikan petunjuk yang lebih spesifik dalam bekerja dan tidak memberi informasi mengenai prosedur atau tata cara yang berlaku dalam bekerja kepada Rita (bawahan). * Memberitahukan kepada bawahan mengenai kinerja mereka : Ramon sebagai atasan tidak memeritahukan hasil kerja apa yang sudah Rita kerjakan atau seperti tidak mempedulikan apa yang sudah dikerjakan oleh bawahan. 2) Ya, Ada implikasi dalam 2 komunikasi tersebut. Kurangnya penyampaian yang baik atau jelas 3) hambatannya ,didalam kasus tersebut masih kurang bisa di pahami dan tidak relevan dengan keadaan kasus tersebut, dan Kurangnya penyampaian yang baik atau jelas
Sabar bukanlah benda mati bagaikan fosil membatu yang tak punya arti. Jangn pula diartikan sebagai fatalis. Berputus asa tidak mau berbuat apapun. Sabar adalah ketaguhan hati untuk terus bergerak menggapai cita-cita. Ia bagaikan akar pepohonan yang kukuh yang menyangga batang dan rimbunan daun untuk menghasilkan buahnya. Sabar melahirkan mushabarah sikapo tabah mnatap derita dengan senyuman. Penderitaann dan rasa sakit yang menyayat bagai sembilu, bukanlah akhir perjalanan, melainkan sentuhan cinta Ilahi yang menguji dirinya untuk menapaki jalan meraih asa. Bukankah sang Kekasih telah berfirman, “wahai orang-orang yang beriman bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiaga.”(QS Al Imran[3]:200). Allah memuliakan orang-orang yang bersabar yang terus bergerak dengan penuh gelora tetapi tetap waspada (murabthah). Matanya tetap berbinar menatap sekitar. Dalam dekapan derita, jiwa mereka tetap damai karena merasakan kehadiran Ilahi yang begitu akrab. Sifat sabar telah melahirkan nerasi langit yang ggah beranimenyibak gelombang bencana dengan percaya diri menatap harapan. Mereka melihat tantangan sebagai peluang bukan penghalang. Karena bagi mereka, musibah paling nista, bila lentera iman di hati mulai temaram kemudian padam. Jangan ada sedikitpun udara yang menghasilkan keluhan. Karena keluh kesah tidak pernah menyelesaikan masalah kecuali menambah sempitnya hati. Menambah jiwa gelisah dirusuh resah. Dendangkan lagu-lagu laga yang menggila mengiringi ketabahnmu menggapai cita-cita. Jangan pula sesak jiwa sempit rongga dada melihat cibiran penuh dengki sang kehidupan. Abaikan itu semua. Sambil terus menembus cakrawala meraih arti, berjalanlah menyibak segala semak belukar dan terjalnya bebatuan. Angkatlah wajah berdirilah tegak, karena bencana yang paling hina adalah kemalasan dan jiwa yang pengecut. Walau hidup di haru biru atau didera deru derita, ia hadapi dengan rasa lapang penuh cinta. Bagi mereka derita adalah jembatan emas menuju kemuliaan. “apakah kamu mengira kamu akan masuk surge, padahal belum nyata vagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (QS Al Imran[3]:142). Para shabirin meyakini bahwa segala sesuatu tidaklah dating kecuali dari Allah dan kepada-Nya segala urusan akan dikembalikan . Maka, Allah berseru dari singgasanaNya, “dan berikanlah berita gembira kepada orang yang bersabar.” (QS Al Baqarah [2]:156). Hadapi persoalan dengan jiwa tenang. Janganlah marah berkeluh kesah. Lantunkan harapan, “oh tuhanku, betapapun derita sangat akrab menyapa, fitnah menghujam penuh nanah, jadikanlah hamba tetap kuat menempuh asa. Teguh dan kuat hasrat menempuh prejalanan. sumber republika
Awal malapetaka dan kehancuran seseorang terajdi ketika penyakit sombong dan merasa diri paling benar berasemayamm dalam hatinya inilah sifat iblis yang berusaha ditransfer kepada manusia yang bersedia menjadi sekutunya. Sifat ini ditandai dengan ketidaksapan untuk menerima kebenaran yang dating dari pihak lain; keengganan melakukan introspeksi diri (muhasabbah); serta sibuk melihat aib dan kesalahn orang lain tanpa mau melihat aib diri sendiri. Padahal, kebaikan hanya bias terwujud manakala seseorang bersikap tawadhu/rendah hati; mau menyadari dan mengakui kekurangan diri sendiri; melakukan inrospeksi; serta siap menerima kebenaran dari siapapun dan darimanapun. Sikap seperti ini sebagaimana dicontohkan oleh orang-orang mulia dari para nabi dan rasul. Nabi Adam AS dan Siti Hawa saat melakukan kesalahan dan melanggar larangan tuhan, alih-alih sibuk menyalahkana iblis yang telah menggoda dan memberikan janji dusta, mereka malah langsung bersimpuh mengakui kealpaan seraya berkata “Ya, Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi.”(QS Al-A’raf[7]:23). Demikian pula dengan nabi Yunus AS saat berada dalam gelapnya perut ikan di tengah lautan. Ia tidak menyalahkan siapapun kecuali dirinya sendiri, seraya terus bertasbih menyucikan TuhanNya . Ia berkata, “tidak ada Tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sesungguhnya, aku termasuk orang-orang yang zalim.” (QS Al-Anbiya [21]:87). Bahkan Nabi Muhammad SAW selalu membaca Istighfar dan meminta ampunan kep[ada Allah SWT sebagai bentuk kesadaran yang paling tinggi bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Karena itu ia harus selalu melakukan instrospeksi. Beliau bersabda, “wahaimanusia, bertobatlah dan minta ampunan kepadaNya. Sebab aku bertobat sehari semalam sebanyak 100 kali.”(HR muslim). Begitulah sikap arif para nabi yang patutu dijadikan teladan. Mereka tidak merasa diri mereka sudah sempurna, bersih, dan suci. Allah SWT berfirman, “janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui orang yang bertakwa.” (QS annajm [53]:32). Karena itu, daripada mengarahkan telunjuk kepaada orang lebih baik mengarahkan telunjuk kepada diri sendiri. Daripada siuk melihat aib orang, alangkah bijaknya jika kita sibuk melihat aib diri sendiri. Dalam Musnad Anas Ibn Malik RA, Nabi SAW bersabda,” Beruntunglah orang yang sibuk melihat aib dirinya, sehingga tidak sibuk melihat aib orang lain.” sumber republika
Hidup seringkali berjalan tidak seperti yang direncanakan. Kenyataan yang acap berbeda dari harapan, dan perlakuan orang-orang di sekitar kerap tak parallel dengan kebaikan yang telah kita tebar. Dalam situasi seperti itu, kebanyakan manusia cenderung mengikuti intuisi negatifnya; berburuk sangka, manyalahkan keadaan dan berkeluh kesah. Seperti disinyalir dalam Alquran, “sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah.” (QS Al-Ma’arij [70]:19). Namun, isalam menuntun manusia untuk melawan intuisi negatif semacam itu. Salah satu solusinya adalah dengan mengembangkan tradisi berpikir positif. Paling tidak, ada tiga hikmah yang bias dipetik dari berpikir positif. PErtama, bahwa ternyata orang lain tidak seburuk yang kita kira. Contoh terbaik dalam konteks ini adalah kisah Nabi Khidir dan Nabi Musa AS. Nabi Khidir mau menerima Nabi Musa sebagai muriod negan syarat tidak terburu-buru berbusruk sangka selama bersamanya. “tapi aku yakin kamu tidak akan bias menahan diri,” ujar Nabi khidhir. Ternyata benar setiap kali NAbi Khidir melakonkan hikmah demi hikmah yang telah diperintahkan oleh Allah SWT, tak sekalipun Nabi Musa mampu bersabar untuk tidak berprasangka buruk. (QS Al-kahfi [18]:60-82). Kisah nurani sejatinya mengingatkan hendak mengingatkan bahwa berburuk sangka cenderung mengakibatkan blunder. Setiap orang hanya bisa melihat apa yang tampak dari orang lain, tanpa tahu niat baik darinya. Kedua, berpikir positif dapat menyelamatkan hati dan hidup kita. Sebab, hati yang bersih adalah hati yang tidak menyimpan kebencian. Hati yang tentram adal;ah hati yang tidak menyimpan Apriori terhadap orang lain. Dalam ungkapan yang sangat menggugah, seorang sufi mengatakan, “yang paling penting adalah bagaimana kita selalu baik kepada semua orang. Kalau kemudia ada yang tidak baik kepada kita, itu bukan urusan kita, tetapi urusan orang itu dengan Allah SWT.” Ketiga, berpikir positif bisa membuat hidup kita lebih legowo, karena sebenarnya Allah SWT sering menyiapkan rencana-rencana yang mengejutkan hambaNya, misalnya Umar bin Khatab RA ketika dirundung kegalauan karena Abu Bakar Dan UTsman bin Affan RA menolak menikahi putrinya, Hafshah RA yang baru menjanda. (HR bukhari). Dalam kegalauan itu, umar mengadu kepada Rasulullah SAW. Maka beliau menuntun Umar agar selalu berpikir positif dan mendoakan, “semoga Allah akan menentukan pasangan bagi Hafshah, yang lebig baik dari Utsman:serta menentukan pasngan bagi Utsman yang lebih baik dari Hafshah.” Ternyata, tak lama setelah itu, Allah menakdirkan Utsman menikah dengan putrid Rasulullah. Dan kemudian Rasulullah sendiri menikahi Hafshah. sumber republika